Saturday, 8 November 2014

Titik Paling Akhir.

Lagi, dan lagi. Cucuran air mata deras mengalir melewati meronanya pipi. Aliran deras air mataku tidak seberapa dengan derasnya kepingan hati ini, yang berjatuhan, terinjak, terlunta-lunta, hingga benar-benar pecah, berceceran di atas muka, tak tersisa. Dan tak mampu untuk utuh kembali. Kali ini, rasanya benar-benar sakit. Seperti ada yang sedang menghujam jantungku, meremas-remas seluruh organ dalamku. Tapi, sakit ini di dalam, ya.. di dalam, tak terlihat oleh kasat mata. Menusuk dan merasuk kesedihan diantara kesedihan yang paling dasar. Teguran petir itu menyambar seketika, mengundang kegelapan, menyapa angin kencang, hingga membawa sang hujan... menggugurkan dedaunan usang, hingga membawaku kedalam keramaian murka. Malam yang benar-benar kejam!!!
Melihat dan mendengar sesuatu yang tidak diinginkan, sesuatu yang paling menyedihkan, bahkan sesuatu yang paling ampuh untuk mematikan seluruh ragaku. Kali ini ku rasa adalah titik paling akhir, dimana aku sudah tidak mempunyai banyak cadangan hati lagi. Semuanya sudah hancur, keropos, pecah, dan tak bersisa. Sekarang, bagaimana aku bisa hidup, kembali? Tidak kasihankah kalian padaku, ayah,... ibu?

No comments:

Post a Comment