Wednesday, 19 November 2014

Hai, Raja.

Sekitar pukul 00:30WIB, Rabu 19 November 2014. Efek minum kopi tadi sore, kena imbas sampek jam segini belum tidur dan gak mau merem. Bingung mau ngapain, jadi mending publish tulisan di blog yang gak terlalu penting. Tapi tak apalah, inspirasi malem-malem kadang suka banyak yang hinggap, haha. Cmon, start.....

Rasa ini menyiksa, Raja, menyesakkan dada, Raja, begitu juga membuat kegaduhan yang amat berisik, Raja. Mendesak, menyelusup, mencabik-cabik bagian asa yang seringkali rapuh. Faham ataupun tidak, sejujurnya tidak. Berani mencintai, dan berani membuka hati untuk sosok asing yang seringkali hinggap lalu bersemayam, tapi kemudian pergi dan hilang entah kemana seperti lupa ingatan atau lupa jalan pulang, atau bahkan lumpuh saat perjalanan. Bodoh, benar-benar bodoh. Mudah mencintai namun sulit melupakan. Sering sesering-seringnya seperti itu.

Raja, kamu tau? Betapa perihnya menyayat luka yang belum lama sembuh. Sedetik tertutup kemudian terbuka kembali, pahit! Cucuran darah berlumuran diatas permukaan, terinjak, terlunta, tersapu oleh tetesan air mata yang lebih deras. Mengalahkan kepedihan lama, ataupun kepedihan yang baru saja ku buat sendiri.

Hai, kau ingat saat kau pertama kali hinggap disini? Raja? Manis layaknya gula merah bercampur susu coklat yang menggiurkan lidah, tapi, apa, terlalu manis! Membuat mual! Ingin muntah rasanya. Yang manis kadang menjadi pahit, kemudian menilik dengan teliti, manis kembali, satu detik kemudian benar pahitnya. Ah. Apaan itu! Labil. Lama-lama tidak berasa, hambar, tidak menggiurkan lagi, tidak ingin mencicipinya lagi. Kapok.

Bodoh bukan apabila aku merindukan kelabilan itu? Haha. Raja. Namamu masih terpatri disini. Ya, disini. Meski hari ini aku tak tahu ragamu entah sedang berkeliaran dimana.
Sedang mencari rumah yang lebih baik dan lebih layak untuk kau singgahi, barangkali. Atau kau sudah tepat menemukannya, aku tak tahu. Dan sebenarnya aku tidak ingin memperdulikannya, Raja. Tapi bodohnya, asa yang selalu rapuh ini selalu ingin bertanya dan mencari jawabannya. Kapan ragamu akan kembali pulang? Kembali bersemayam, meskipun hanya sesaat lalu pergi lagi, hilang lagi, jauh lagi, lumpuh saat diperjalanan lagi. Biar, aku tak apa. Baik. Tanyaku, apakah rumahku akan menjadi tempat persinggahan terakhirmu nanti, atau hanya tempat peristirahatanmu, saja?

Pernah aku berjanji untuk tidak akan memperdulikanmu lagi, Raja, tapi apa, pada ujungnya aku tidak menemukan titik temu yang pasti. Hanya kembali pada bayangan masalalu lagi yang sesungguhnya hanya sketsa, sketsa yang tidak akan pernah menjadi gambar utuh dan nyata. Kurasa, itu. Maafkan rasa ini, Raja, Aku hanya ingin menjadi Ratu-mu saja, meski hanya sekejap.


No comments:

Post a Comment