Monday, 10 November 2014

Diamku Adalah Mengagumi

Aku tak paham mengapa aku sangat lancang telah berani mengagumimu, tapi butuh diakui bahwa itulah kenyataannya, sungguh. Hanya saja, aku hanya berani mengagumimu dalam diam, sunyi, dan senyap. Tidak perduli seberapa sepinya memandangimu hanya dalam diam seperti ini, karena aku menikmatinya, sungguh. Selayaknya berayun dalam dendang tanpa lagu, bermimpi dalam keramaian damai, menari dalam kesepian hati, berbincang dengan bayangan semu, menatap kehitaman murka. Tak apa, aku baik-baik saja. Meskipun sesekali itu terasa menyesakkan dada, menyiksa batin dan asa, berapi-api dalam kobaran raga tak bernyawa, karena terpaksa harus menahan rindu yang seringkali menyergap dikala sendiri secara tiba-tiba, menahan keinginan untuk menggenggam erat kedua tanganmu meskipun dalam khayal, memendam harapan yang tersisa ketika ingin menyaksikan pancaran kedua bola mata itu. Tapi, sejatinya semua itu akan terobati tatkala teringat suatu hal yang seringkali menjadikan kita merasa satu, setidaknya aku pernah menatapmu ketika kau menatapku juga, aku pernah berbincang denganmu ketika kau menceritakan hal-hal lucu tentang siapapun di sekitaran, bahkan aku pernah tertawa dan bersenda gurau bersamamu meskipun tidak sesering kamu mengabaikanku. Tak apa, itu sudah sangat lebih dari cukup bagiku. Perlu kamu ketahui, ketika semua leluconmu yang seringkali membuatku tertawa itu adalah waktu yang sangat tepat untuk aku berani menatapmu lebih dalam. Seringkali aku terpaku disitu. Ingin memberhentikan waktu namun tidak mampu, ingin menatapmu lebih lama namun detik berlalu begitu deras sederas aliran darahku tatkala berada di dekatmu. Ahh, pada intinya aku mengagumimu dalam diamku. Harapku, semoga kamu segera membuka mata dan melihat indahnya dunia, denganku. Ingat, jangan terlalu lama menutup matamu, sayang, itu gelap dan menyeramkan.

No comments:

Post a Comment