Monday, 23 December 2013

Murka.


Malam ini aku terjebak dalam kemurkaan dusta. Goresan angin bertiup menampar seluruh bagian muka. Langit gelap berhias petir menyambar keresahan jiwa. Hujan turun membasahi dan menyelusup seluruh anggota sela-sela tubuh yang lemah ini. Hatiku tiba-tiba saja teriris, teriris begitu tipis. Sesosok tamparan keras mendarat tepat pada bagian muka penuh nanar. Tamparan keras itu sepertinya merasuk pada seluruh saraf nadi yang berdetak begitu kencangnya dan tiba-tiba saja terdiam, lalu membeku.
Hatiku bisu, ingin menjerit rasanya tak mampu. Hatiku buta, tak mampu menerangi pintu mana yang harus aku pilih untuk keluar dari kesakitan ini. Hatiku lemah, ingin meronta namun pintu hati terkunci sangat rapat. Seakan-akan memaksaku untuk tetap berdiri kokoh, tetap berdiri walaupun sebenarnya ingin cepat mati, segera melepaskan seluruh beban berat ini. Aku tidak berdaya.
Hanya mata yang mampu menangis, mengalirkan air mata penuh kesedihan. Siapa yang akan mampu mendengar bisikkan hati? Hanya dengan menatap penuh arti kepedihan mata ini, seluruh perasaan hati dapat kau rasakan. Bagaimana rasa sakit ini menerpa keabadianku, bagaimana hati ini terkoyahkan oleh bayang-bayang ujung pisau dunia, bagaimana perihnya tusukkan kata-kata tajam yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Dapat kau rasakan, pabila kau mampu merasuk pada bola mata kepedihan ini. Tapi, aku rasa tidak ada yang mampu melihat dan membaca kesakitanku melawan pedihnya dunia ini. Tidak ada. Tidak ada yang perduli terhadap diri ini. Percuma. Aku hanya akan menjadi bahan olok-olokkan orang, karena aku lemah. Aku bodoh. Aku tidak mampu.
 Lelah... Lelah sebenarnya hati ini terus menerus tersakiti. Kasihan aku pada hati kecil yang lemah ini. Ia tidak pernah berdosa pada dunia. Tapi mengapa dunia selalu menyeretnya ke dalam jurang kemurkaan? Aku tidak mengerti, mengapa Tuhan....... Dunia terlalu kejam menurutku.

No comments:

Post a Comment